Siapa bilang staf kantoran dengan gaji pas-pasan seperti aku tidak bisa menaiki Si Alphard putih? Aku bahkan menaikinya setiap pagi dan malam. Bus bernomor 213 itu lah Si Alphard Putihku. Bus Jurusan Slipi-Kampung Melayu yang menyerupai Kopaja tapi dengan ukuran yang lebih besar.Setiap hari aku selalu menyisihkan selembar uang Rp. 2.000 untuk ongkos Si Alphard tersebut. Uang itu aku genggam erat di balik jemari kecil ini. Tujuannya apa? Agar aku tidak perlu meronggoh dompet di dalam bus tersebut yang konon katanya penuh pencopet lihai. Walaupun dompetku hanya di jejali uang yang tidak banyak jumlahnya sehingga aku yakin pencopet tidak akan tertarik untuk mencurinya, tetap saja aku harus berhati-hati. Aku selalu memeluk tasku erat-erat, seolah-olah di dalamnya tersimpan berkilo-kilo gram Emas dan Berlian.
Aku selalu menaiki 213 lengkap dengan Masker yang menutupi mulut dan hidungku. Mengingat supply armada 213 terbatas, sementara Demandnya sangat besar, membuat setiap centimeter area di 213 sangat berharga. Selama masih ada ruang kosong, sedikit saja, maka ruang itu akan dipaksa untuk diisi. Hingga jangan heran jika kau melihat 213 sangat padat, sehingga keringatpun tak segan-segan mengucur keluar dan Aroma asem pun memenuhi 213. Oleh sebab itu, Wajib hukumnya memakai masker kawan!
Satu hal yang perlu aku peringatkan! Kau harus bisa 'sikut-menyikut'! Jika ada pria yang memanfaatkan kesempitan di dalam 213 sehingga Ia semena-mena menempel di badanmu, maka, hantam dirinya dengan sikut tertajammu. Sikut dengan Kencang, jangan pelan-pelan. Catat itu!
Awalnya sedih juga harus menaiki kendaraan yang tragis seperti ini, tapi dari pada mengeluh kenapa bus ini jelek, kenapa tidak kita imaginasikan bahwa bus butut putih ini adalah si Alphard Putih? Anggap saja ini semacam training sebelum kita menaiki Alphard Putih yang sesungguhnya kelak ^^
